Bigbostogel Bandar terpercaya

Rabu, 20 September 2017

Perjanjian Saling Memuaskan



Bigbostoto.com || Apalagi namanya menunjukkan nama seorang cewek, sesampai pasti kuusahakan menyapanya. Cuma dalam tempo 24 jam kemudian, email itu kembali muncul di kotak emailku dan isinya menunjukkan ada keseriusan mau kenalan lebih jauh denganku.

Akupun kian menunjukkan keseriusan mau kenalan dengannya, apalagi sesudah kuketahui kalau dia tinggal tak terlalu jauh jaraknya dari kota tempat tinggalku. Kami cuma beda kota kabupaten, tapi ada dalam satu wilayah propinsi Sulsel.

Balas membalas email antara saya dan Femi boleh dibilang cukup lancar. Bayangkan saja sejak 4 Juni 2015 sampai saat ini, Femi tak pernah alpa mengirim email padsaya dan tentu saja sebaliknya saya tak pernah alpa membalasnya secara otomatis pada saat itu juga.

Sampai-sampai kami membuat kesepakatan untuk buka dan kirim email tiap hari Senin, Rabu dan Jum’at (3x seminggu). Banyak pengalaman dan informasi yang kami tukar. Mulai dari asal usul, pengalaman sex, ciri-ciri dan keinginan sex kami masing-masing serta jadwal pertemuan kami di kota makassar

Bahkan kami saling menginformasikan mengenai alat sensitif kami secara jujur, yang akhirnya saya kirimkan foto berkat pengajaran dari Femi soal cara mengirim foto lewat email, sebab saat itu saya masih awam dalam hal kirim mengirim foto lewat email.

Tak kurang dari 25 kali kami saling membalas email, sampai sampai puncaknya pada tanggal 7 Oktober 2015, di mana kami betul-betul serius mau melakukan pertemuan secara langsung dan sekaligus memperaktekkan tentang pengalaman dan kebutuhan sex kami masing-masing.

Saya tak pernah yakin kalau perkenalan lewat email itu bisa mempertemukan kami secara langsung, apalagi jarak antara kota saya dengan kota tempat tinggal Femi sekitar 200 km lebih.

Namun kenyataan menunjukkan bahwa janji dan keinginan sex kami bukan cuma isapan jempol dan teori saja, melainkan kami betul-betul berhasil bertemu muka, bahkan melakukan praktek bersama di salah satu wisma di Makassar.

Bahkan kami saling menginformasikan mengenai alat sensitif kami secara jujur, yang akhirnya saya kirimkan foto berkat pengajaran dari Femi soal cara mengirim foto lewat email, sebab saat itu saya masih awam dalam hal kirim mengirim foto lewat email.

Tak kurang dari 25 kali kami saling membalas email, sampai sampai puncaknya pada tanggal 7 Oktober 2015, di mana kami betul-betul serius mau melakukan pertemuan secara langsung dan sekaligus memperaktekkan tentang pengalaman dan kebutuhan sex kami masing-masing.

Bagi Femi mungkin tak terlalu sulit menemukanku di terminal sesudah kami janjian ketemu di salah satu tempat di kompleks terminal Panaikan sebab dia telah menerima fotoku lebih dahulu yang kukirim lewat email.

Tapi bagiku menemukan orang yang belum pernah kulihat sebelumnya, apalagi ciri-cirinya tak sempat menjelaskan secara rinci di emailnya, tentu amat sulit, sebab selain saya belum banyak pengalaman di kota Makassar, termasuk di terminal Panaikan, juga terlalu banyak cewek muda yang berkeliaran, apalagi saya belum yakin 100% atas janjinya mau menemuiku di terminal itu.

Tapi saya tetap bertekad untuk ke Makassar siapa tahu bisa jadi kenyataan, kalaupun dia permainkan aku, kuanggap hal itu sebagai pengalaman buatku.

Jam 7.00 pagi saya sudah naik mobil dan berangkat meninggalkan rumah tempat tinggalku menuju kota makassar dengan alasan sama istriku bahwa ada urusan bisnis penting selama sehari di Makassar agar dia izinkan saya berangkat.

Namun sebab berbagai hambatan diperjalanan, maka saya terlambat 1 jam tiba di terminal sebagaimana rencana yang kusampaikan Femi semula. Sebelum saya turun dari mobil tumpanganku, saya tiba-tiba gemetar dan merasa takut jika dia lebih dahulu memperhatikanku dan saya juga diliputi rasa was-wasa jangan-jangan dia mau menjebakku dengan membawa pasukannya atau teman laki-lakinya ke terminal serta berbagai macam dugaan yang muncul dibenakku.

Mata saya mulai membelalak sejak mobil belok ke kanan dan berhenti di depan loket pembayaran retribusi sampai memasuki pelataran parkir. Saya turun dan membayar sewa mobil sambil berusaha tersenyum sendirian dengan perasaan tak menentu jika dia telah memperhatikanku.

Akibat konsetrasiku mencari seorang cewek muda yang sedang bingung mencari seseorang, maka hampir saya kecolongan memberi uang kepada orang lain yang tak kukenal. Untung saja orang itu tak segera mengambil uang yang kusodorkan itu, sebab ternyata yang kuserahkan sewa mobilku bukan sopir mobil itu, melainkan orang lain yang kebetulan mencari muatan buat mobilnya.

Ini gara-gara terlalu gembira mau ketemu dengan seorang cewek yang belum tentu datang ke terminal itu, apalagi bodi dan ciri-ciri pakaiannya belum jelas sama sekali. Kejadian itu pasti tak pernah terlupakan seumur hidupku.

Sekitar 20 m saya bolak balik dari pelataran paling bawah ke pelataran paling atas di terminal itu, bahkan hampir segala warung dan tempat duduk-duduk para penumpang bis saya intip tanpa ada rasa segan, meskipun saya tetap agak malu jika ada penumpang dari kotsaya asalku yang mengenal dan memperhatikanku

Yang bisa saja melaporkan sikapku itu pada istriku nanti. Sesudah capek keliling, akhirnya saya putuskan untuk masuk wartel lalu menghubungi HV-nya, sebab lewat emailku sebelumnya saya telah berpesan agar tak dimatikan HV-nya hari itu.

“Halo, Femi yah? di mana kamu sekarang? saya ini ada di terminal mencarimu sejak tadi” demikian kata saya melalui telepon.

“Halo, betul ini Femi. Saya ada di kampus sekarang lagi makan siang ama teman-teman di warung kampus nih. Tunggu aja di situ yah, saya akan segera meluncur ke sana, tapi tepatnya kamu nunggu di mana yah?” itulah jawaban Femi saat itu seolah menunjukkan keseriusannya mau ketemu denganku.

“Oke sayang, saya akan setdia menunggumu di depan wartel belakang pos pungutan retribusi masuk, sudah ngga tahan nih mau ketemu denganmu” demikian jawaban singkat saya saat itu.

Hampir tiap mobil, terutama petek-petek dan taxi kuamati isinya dan penumpang yang turun jika dia naik kendaraan itu, meskipun sesekali juga kuperhatikan motor yang lewat jangan sampai dia naik motor.

Cuma dalam waktu sekitar 20 menit kemudian, saya tiba-tiba mendengar suara panggilan dari sebelah kiri di mana saya duduk dengan sedikit tertahan, “Halo-halo, eh-eh,” ternyata suara itu adalah berasal dari seorang cewek muda yang sedang menjinjing tas mahasiswa, yang nampaknya diarahkan padaku.

Akupun segera berbalik ke arahnya, namun dia segera berjalan berputar di samping mobil yang ada di belakangku. Walaupun sedikit ragu, tapi keyakinanku lebih besar mencurigai kalau cewek itu adalah Femi yang sejak tadi saya tunggu, saya cari dan saya idam-idamkan selama ini.

Sambil mengikuti langkah kakinya, getaran jantungku kian dag dig dug, dan tiba-tiba dia membalikkan wajahnya sesampai kami berhadap-hadapan dan saling menatap sejenak di tengah-tengah keramaian penumpang yang ada di terminal itu, cuma 30 cm jaraknya.

“Kamu Roni khan” katanya dengan suara yang lembut.

“Yah, dan kamu Femi khan” saya balik bertanya dengan mengarahkan telunjukku pada wajahnya sambil kami tersenyum.

Entah apa yang bergejolak di pikirannya saat itu, tapi yang jelas saya rasanya ingin langsung memeluk tubuhnya, untung segera kusadari kalau tempat ini dihuni oleh banyak orang, yang tak mustahil ada yang mengenal kami.

Tanpa banyak basa basi lagi, dia segera naik mobil petek-petek dan akupun segera mengikutinya bagaikan kerbau yang dicocok hidungnya. Di dalam mobil, kami banyak membicarakan soal ketidakpercayaan kami atas pertemuan ini

Bahkan pengakuannya dia sedikit agak kesal dan hampir putus asa menunggu sejak pukul 10.00 pagi tadi di terminal sesuai informasi yang telah kusampaikan, namun saya berkali-kali minta maaf atas keterlambatan tiba di terminal mobil yang kutumpangi itu.

Dari 2x pindah petek-petek menuju wisma yang telah dia janjikan dalam emailnya, kami tak pernah kehabisan bahan bicara, bahkan kami duduk amat rapat, sesampai anginpun sulit melewati perantaraan duduk kami. Tubuh kami seolah melengket pakai lem tanpa ada perasaan malu sedikit pun dari penumpang lainnya.

Dalam hati saya biar mereka memperhatikan kami toh mereka tak mengenal kami. Kami bagaikan suami isteri yang baru ketemu sesudah sekian lamanya berpisah. Betul-betul saling melepaskan kerinduan. Sekitar 30 m dari wisma yang kami tuju, Femi tiba-tiba menghentikan mobil lalu turun dan akupun mengikutinya.

Maklum saya belum banyak kenal kota Makassar. Meskipun saya tetap selalu berusaha untuk membayar sewa petek-petek tiap turun, tapi selalu saja Femi mendahuluiku atau saya kalah cepat membayarnya. Sebagai seorang pria, akupun merasa berat dan malu, tapi Femi nampaknya betul-betul mau membuktikann janjinya untuk memberikan layanan 100% jika saya datang menemuinya di Makassar.

Rencana pertemuan kami di kota Makassar betul-betul sudah amat matang, sebab kami telah membeberkan kelemahan dan keterbatasan kami masing-masing lewat email, namun kami tetap saling berjanji akan menerima apa adanya, yang penting tujuan kami cuma satu yaitu saling memberi kepuasan sex sesuai kemampuan dan pengalaman serta keinginan kami masing-masing.

Pekerjaan, keuangan dan penampilan, bahkan usia, kami telah sepakat untuk tak mempersoalkannya. Demikian seriusnya Femi mau menyenangkan diriku, sesampai dia siap membantu membayar sewa kamar wismanya dan siap memberikan tubuhnya sepenuh hati buatku serta mengorbankan perasaannya demi kebahagiaanku nanti.

Bahkan kami telah janjian untuk saling menjilati kemaluan dan mencukur bulunya sebelum pertemuan, sampai-sampai dia memberitahukan jadwal tamu bulanannya agar kedatanganku nanti tak bertepatan agar dia dapat melayaniku 100%.

Sebelum kami masuk wisma tersebut, Femi menyempatkan diri membeli aqua besar untuk keperluan dalam kamar nanti. Entah buat minum atau apa saja yang membutuhkan air.

Sesudah membayarnya, Femi meminta saya membawa air itu dan apapaun rasanya diperintahkan oleh Femi saat itu pasti kuturuti sebab keseriusannya melayaniku

Padahal Femi adalah seorang cewek muda, mulus, berkulit putih dan menggairahkan bagiku, apalagi seorang mahasiswi. Sementara saya termasuk sudah setengah baya yang berkulit hitam dan keriput, punya istri dan 3 orang anak lagi.

Siapa tak bahagia dan mangga berteman, apalagi bercinta dengan cewek seperti Femi itu yang ikhlas berkorban untuk kesenangan aku.

“Fem, apa wisma ini cukup aman buat kita? dan apa selama ini ngga sering-sering dirazia oleh petugas?” tanya saya pada Femi saat kami barengan masuk pintu wisma itu sambil mengawasi di sekelilingnya.

“Ngga taulah, sebab baru satu kali saya ke sini sewaktu pacarku membawasaya dengan tujuan yang sama sampai saya tahu tempat ini, dan itupun sudah lama” jawabnya sambil menceritakan soal peristiwa persenggamaannya dengan pacarnya tempo hari di wisma tersebut.

“Mudah-mudahan aja ngga terjadi apa yang kita khawatirkan” katanya lebih lanjut.

Selesai kami lihat tarif dan kamar yang kosong pada serlembar kertas di atas meja pelayanannya, Femipun membuka dompetnya dan saya usulkan untuk gabung saja biar lebih ringan pembayarannya.

Waktu itu, kami cuma membayar Rp. 55.000 untuk 6 jam, sebab nampaknya kamar lainnya penuh semua, dan kupikir 6 jam itu cukup lama buat kami yang tak rencana menginap. Bisa kami selesaikan beberapa ronde.

Tepat pada jam 2.00 siang, kami telah masuk di wisma yang tak perlu saya sebutkan namanya itu. Sesudah kami bayar, kami lalu naik ke lantai dua mengikuti petugas wisma dan masuk ke sebuah kamar yang dilengkapi dengan air minum, kamar kecil, TV color 14 inc dan sprinbad yang cukup besar ukurannya. Sesudah petugas keluar dari kamar, tinggallah kami berdua dalam kamar.

Femi menutup dan mengunci rapat pintu kamarnya lalu menutup segala gorden, lalu masuk sebentar ke kamar kecil lalu berbaring di atas rosban dengan pakaian masih lengkap. Sedangkan saya terlebih juga lebih dahulu masuk kamar kecil buat buang air, lalu ikut berbaring disamping Femi.

Sambil berbaring dengan pakaian masih lengkap, kami bincang- bicang dan saling mengutarakan rasa kerinduan kami selama ini. Tanpa saya sadar, tangan kananku sudah memeluk tubuh Femi dan Femipun tampaknya tak segan-segan lagi membalas pelukanku, sesampai kami saling berpelukan dalam keadaan berbaring menyamping.

“Saya amat merindukanmu sayang, ingin sekali memelukmu” ucapanku sedikit berbisik ketika wajah kami sudah saling menyentuh sesampai napas kami sudah saling beradu.

“Saya juga amat rindu padamu suamiku, mari kita lepaskan kerinduan kita” jawabnya sambil memasukkan lidahnya dalam mulutku, sesampai kami saling mengisap, saling bergumul dan memainkan lidah dalam mulut kami masing-masing.

Permainan mulut dan lidah kami berlangsung kian rapat dan cukup lama, sampai kami merasa terengah-engah akibat kecapean mengisap. Bahkan saya lupa mandi sesuai kesepakatan kami semula ketika kami saling berhadap-hadapan di tempat tidur itu.

Demikian serunya permainan mulut kami, sesampai tak ingin rasanya ada istirahat sejenak dan melewatkan kesempatan sedetikpun dalam kamar itu mumpung masih sempat.

Sambil bermain lidah, saya mencoba memasukkan tangan kananku ke dalam baju kain Femi sampai masuk ke dalam BH-nya yang ukurannya cukup sederhana. Sebagai seorang cewek yang jam terbangnya dalam dundia sex masih cukup terbatas bila dibanding dengan jam terbangku

Tentu dia tak tahan lama dipermainkan payudaranya, apalagi saya remas-remas kedua payudaranya dengan lembut dan sesekali menindis-nindis putingnya yang mulai mengeras dan menonjol itu. Dia tak mampu lagi sembunyikan kenikmatan yang dia rasakan dan terasa dia mulai terangsang, yang amat kedengaran dari suaranya yang mengerang-erang kecil.

Utungnya tak ada orang yang dekat dengan kamar itu, sebab memang kamar itu berada dibagian paling depan dan disudut wisma sesampai kami leluasa bersuara agak keras sebagai tanda kenikmatan yang kami alami.

“Ngga mau mandi dulu Kak?” katanya mengingatkanku, sebab kebetulan saya keringatan akibat perjalanan jauh dari daerah tadi.

“Nantilah, sesudah kita bermain-main dulu, biar kita lebih lama bercumbu rayu” jawabku sambil tetap memainkan lidah ke dalam mulutnya dan meremas-remas teteknya yang montok itu.

Namun sebab dia nampaknya sudah amat terangsang, dia tiba-tiba melepaskan pelukannya dan mengeluarkan lidahku dari dalam mulutnya lalu duduk sambil satu demi satu dia buka kancing bajunya sampai terlepas dari badannya.

Saya cuma mampu menatap indahnya tubuh seorang cewek mahasiswi. Mulus dan putih, namun sedikit agak gemuk sebanding dengan gemuk tubuhku, meskipun dia sedikit pendek dari ukuran badanku. Warna kulit kami amat kontras sebab kulitnya putih sementara kulitku agak hitam.

Sesudah dia melepaskan baju kain yang dikenakannya, dia lalu kembali berbaring. Akupun melepaskan baju lengan panjang yang kukenakan seperti halnya pagawai kantoran saja. Kami kembali berpelukan dan bergumul di atas kasur yang empuk.

Kali ini saya menindihnya meskipun dia masih mengenakan BH warna putih, sementara saya masih mengenakan baju dalam. Namun hal itu tak sampai bertahan lama, sebab saya tak tahan lagi mau segera melihat isi dalam BH-nya, sesampai saya lepaskan kaitnya dari belakang lalu meremas-remas secara bebas dengan kedua tanganku

Bahkan segera kujilati dan mengisap-isap putingnya yang agak bulat dan sedikit membesar. Sesampai dia kegirangan seolah ingin teriak ketika saya maju mundurkan mulutku pada putingnya, yang kedengaran bunyinya akibat air liurku yang membasahinya.

Tanpa aba-aba dari Femi, sayapun segera merosot rok panjang yang dikenakannya, lalu kugigit-gigit dan kutusuk-tusuk kemaluannya dari luar celana dalamnya. Dari luarnya menggambarkan kalau daging yang terbungkus CD-nya itu amat montok dan kenyal serta sedikit mulai basah.

Saya tak mampu lagi bertahan menjilatinya dari luar, sesampai saya segera saja menariknya keluar lewat kedua kakinya. Ternyata dugaanku benar, di antara selangkangan Femi terdapat seonggok daging yang cukup empuk dengan tonjolan daging mungil antara kedua belahannya.

Nampah warnanya agak kemerahan dan kulit disekelilingnya juga berwarna putih seolah baru saja dicukur bulu-bulunya sesuai permintaanku dalam emailku sebelum pertemuan.

Kini Femi dalam keadaan bugil penuh sambil baring dengan merenggangkan kedua paha yang menjepit daging empuk itu.


1 komentar: